Konflik Antar Klan Dalam Peradaban Awal Dana Mbojo
[caption id="attachment_3260" align="alignnone" width="483"]
Penulis berdama Bapak M. Sidik Tokoh Desa Tarlawi ( Memakai Sambolo)[/caption]
" Saru apa mai? "
Saru Mbojo"
Artinya :
Musuh dari mana yang datang?"
"Musuh Mbojo."
Pertanyaan dan jawaban di atas diungkapkan oleh Bapak M.Siddik 83 tahun salah seorang tetua di Tarlawi kepada Tim Makembo yang berkunjung ke kediaman ketua Lembaga Adat Tarlawi Drs. Yusuf Alwi, M.Si.
Istilah Saru rupanya telah turun temurun diungkapkan warga Tarlawi terutama para tetua ketika menanyakan asal usul tamu yang berkunjung ke desanya. Kata Saru atau musuh rupanya terus mengalir dalam tutur masyarakat hingga saat ini. Jika yang datang itu adalah tamu yang serumpun, misalnya dari Sambori, Teta, Kuta dan Dengga, maka pertanyaan yang terlontar adalah: " Dou kabe?" " Dou Sambori." artinya : " orang mana?" "orang Sambori."
Ungkapan " Saru" yang terus mengalir hingga saat ini menguatkan dugaan bahwa di masa lalu, telah terjadi konflik antara kaum pendatang dengan kelompok orang orang Tarlawi dan sekitarnya. Konflik sangat rentan terjadi apalagi kelompok pendatang membawa sesuatu yang berbeda dengan adat istiadat mereka. Perebutan lahan strategis juga bisa saja memicu konflik terutama di wilayah pesisir teluk Bima kala itu. Akhirnya kelompok yang lemah menyingkir ke pegunungan. Peradaban baru mengisi Dana Mbojo. Kini kata " Saru" hanyalah kiasan untuk memperjelas status orang yang berkunjung. Warga Tarlawi cukup ramah kepada pendatang.
Tim Makembo yang melaksanakan kemah budaya di Tarlawi disambut gembira oleh warga. Sejak tenda kemah dibentangkan, para pemuda dan anak anak tarlawi membantu.Kami diajak main Bola. Menjelang magrib kamu diberikan beras, ayam dan jagung. Malam hari kami pun menikmati purnama bersama beberapa pemuda dan berbagi cerita.
Salam,
Alan Malingi
Sumber :
1. M.Siddik 83 tahun warga Dusun Oi Temba Desa Tarlawi
2. H.M Said.Kadus Oi Temba
3. Mardin Ama Fuji kadus Oi Nao

Penulis berdama Bapak M. Sidik Tokoh Desa Tarlawi ( Memakai Sambolo)[/caption]
" Saru apa mai? "
Saru Mbojo"
Artinya :
Musuh dari mana yang datang?"
"Musuh Mbojo."
Pertanyaan dan jawaban di atas diungkapkan oleh Bapak M.Siddik 83 tahun salah seorang tetua di Tarlawi kepada Tim Makembo yang berkunjung ke kediaman ketua Lembaga Adat Tarlawi Drs. Yusuf Alwi, M.Si.
Istilah Saru rupanya telah turun temurun diungkapkan warga Tarlawi terutama para tetua ketika menanyakan asal usul tamu yang berkunjung ke desanya. Kata Saru atau musuh rupanya terus mengalir dalam tutur masyarakat hingga saat ini. Jika yang datang itu adalah tamu yang serumpun, misalnya dari Sambori, Teta, Kuta dan Dengga, maka pertanyaan yang terlontar adalah: " Dou kabe?" " Dou Sambori." artinya : " orang mana?" "orang Sambori."
Ungkapan " Saru" yang terus mengalir hingga saat ini menguatkan dugaan bahwa di masa lalu, telah terjadi konflik antara kaum pendatang dengan kelompok orang orang Tarlawi dan sekitarnya. Konflik sangat rentan terjadi apalagi kelompok pendatang membawa sesuatu yang berbeda dengan adat istiadat mereka. Perebutan lahan strategis juga bisa saja memicu konflik terutama di wilayah pesisir teluk Bima kala itu. Akhirnya kelompok yang lemah menyingkir ke pegunungan. Peradaban baru mengisi Dana Mbojo. Kini kata " Saru" hanyalah kiasan untuk memperjelas status orang yang berkunjung. Warga Tarlawi cukup ramah kepada pendatang.
Tim Makembo yang melaksanakan kemah budaya di Tarlawi disambut gembira oleh warga. Sejak tenda kemah dibentangkan, para pemuda dan anak anak tarlawi membantu.Kami diajak main Bola. Menjelang magrib kamu diberikan beras, ayam dan jagung. Malam hari kami pun menikmati purnama bersama beberapa pemuda dan berbagi cerita.
Salam,
Alan Malingi
Sumber :
1. M.Siddik 83 tahun warga Dusun Oi Temba Desa Tarlawi
2. H.M Said.Kadus Oi Temba
3. Mardin Ama Fuji kadus Oi Nao
Post a Comment