f 5 Falsafah Kepemimpinan Di Tanah Bima - SEJARAHBIMA.COM | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

5 Falsafah Kepemimpinan Di Tanah Bima

Alan Malingi bersama Andrea Hirata pada International Ubud Writers And Readers Festival Tahun 2011

Masalah pemimpin dan kepemimpinan tidak akan pernah selesai dibahas mulai dari kedai kedai kopi hingga istana. Kepemimpinan memang menarik semua orang membahas dan mengkajinya terutama yang berkaitan dengan kepribadian, gebrakan dan keputuasan yang diambil oleh Sang Pemimpin.. Meskipun pada era kerajaan dan kesultanan adalah sistim monarki, namun masyarakat Bima memiliki falsafah kepemimpinan sebagai bagian dari kumpulan ide dan gagasan tentang bagaimana semestinya kepemimpinan itu dijalankan.


Tidak hanya itu, falsafah kepemimpinan di tanah Bima melekat dengan nilai nilai agama dan pengalaman hidup masyarakat selama berabad abad lamanya. 5 Falsafah hidup yang berkaitan dengan kepribadian dan kepemimpinan di tanah Bima adalah :

Maja Labo Dahu

Maja adalah Malu. Labo adalah dengan. Dahu adalah takut. Falsafah ini tidak hanya berlaku bagi individu, tetapi juga bagi kepemimpinan. Malu Dan takut adalah pengontrol kehidupan bagi manusia Bima, baik sebagai pribadi maupun sebagai pemimpin. Malu dan takut jika melakukan perbuatan yang melanggar norma adat dan agama. Maja Labo Dahu adalah Fu'u Mori atau tiang Hidup masyarakat Bima. Maja Labo Dahu adalah way of life atau jalan hidup bagi masyarakat Bima.

Nggahi Rawi Pahu

 Nggahi adalah ucapan.Rawi adalah perbuatan. Pahu adalah wajah. Nggahi Rawi Pahu adalah ucapan perbuatan dan hasil dari apa yang diucapkan dam diperbuat. Falsafah yang kini menjadi motto kabupaten Dompu adalah bagaimanana kita mampu menyatukan kata dengan perbuatan. Tidak Nggahi Wari Pahu yaitu setelah berkata berpaling muka atau tidak menjalankan apa yang telah diikrarkannnya. Lawan dari Nggahi Rawi Pahu adalah kepribadian yang munafik. Lain di mulut lain di hati. Lain yang diikrarkan lain yang diperbuat..Nggahi Rawi Pahu adalah integeritas moral bagi seseorang pemimpin. 

Su’ u Sawa ‘ Sia Sawale

Su u berarti menjunjung. Sawa u berarti sekemampuan.  berarti menahan. Sawale berarti sekuat tenaga. Su’u Sawa’u sia sawale bermakna menjunjung tinggi amanah dan menahannya sekuat tenaga. Hal ini berarti bahwa jika diberi amanah, maka harus dijunjung tinggi dan dilaksanakan. Pesan ini mengandung makna bahwa kita harus bangga mendapatkan amanah dan dijalankan dengan jujur. Tidak ada istilah tempat basah dan kering. Dibuang atau masuk dalam kotak dan lingkaran kekuasaan.Su’u Sawa’u Sia Sawale adalah implementasi dari tanggung jawab dan kejujuran seorang pemimpin.

 Nggusu Waru

 Nggusu Waru atau segi delapan adalah falsafah yang berkaitan dengan delapan sendi atau syarat seseorang menjadi pemimpin. Nggusu Waru terdiri dari serangkain sikap dan kepribadian seorang pemimpin yaitu Beriman dan Bertaqwa, keturunan yang baik, Berani, kaya( mbeca wombo), merakyat, menyatukan kata dengan perbuatan, adil, rendah hati(bijaksana).Delapan syarat itu adalah terjemahan secara umum tentang Nggusu Waru. Selengkapnya bisa dibaca di tulisan saya Tentang Sejarah dan Fersi Nggusu Waru.

Tohompa ra Nahu Sura Dou Labo Dana

 Falsafah di atas bermakna biarlah atau tidak penting untuk saya, yang penting adalah rakyat dan negeri. Falsafah ini adalah sumpah dunia dan akhirat bahwa kepentingan rakyat dan negeri harus didahulukam daripada kepentingan pribadi atau golongan. Kepemimpinan itu tidak jamak. Maka kurang tepat jika falsafah ini diperhalus dengan Tohompara Ndai Sura Dou Labo Dana. Kata “ndai” berarti kita. Kepemimpinan itu tetap tunggal karena didasari oleh prinsip bahwa setiap manusia adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak. Jadi Tohompara Nahu Sura Dou Labo Dana melekat di dalamnya adalah tanggung jawab personal seorang peminpin baik kepada rakyat maupun kepada Sang Khalik.  Lahirnya Falsafah ini didasari juga oleh sejarah penobatan setiap calon Raja dimana seorang calon raja diduduk di ataa onggokan tanah di pasar kemudian di atas kepalanya diletakkan kapak dan dipangku oleh para Ncuhi. Salah seorang gelarang mengancam.

"Nggou, na laisi nggahi labo rawimu,akeku ponggo di ma haba bi'a wea tutamu
artinya : kamu, jika berbeda ucapanmu dengan perbuatanmu.Inilah kapak yang akan membelah kepalamu.
Nggou adalah panggilan yang sangat kasar. Nggou berarti kamu. Kata nggou lebih kasar daripada Nggomi atau kamu. Lalu dijawablah oleh calon Raja.

Tohompara Nahu Sura Dou Labo Dana.
 artinya : Biarlah atau tidak penting bagi diriku, yang penting bagi rakyat dan negeri.

Mendengar ikrar dan kesanggupan seorang Raja, maka rakyat yang diwakili oleh para gelarang mengungkapkan kesetiaannya dengan atraksi Maka disertai ungkapan kesetiaan sebagaimana digambarkan dalam untaian syair sebagai berikut :

Ita Rumaku mandadi Angi Mada Doho ma ndadi Ro o
Ita Rumaku mandadi Nawa Mada Doho mandadi Sarumbu

Artinya :

Engkau Tuanku Menjadi Angin, kami menjadi daun
Engkau Tuanku menjadi nyawa, kami menjadi raga

Lima  falsafah di atas selalu berkaitan satu sama lain. Falsafah itu adalah satu rangkaian sebagai landasan moral bagi manusia Bima dimana saja berada dan dalam jabatan apapun yang diembannya.

Salam,

Alan Malingi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.