Nika Baronta, Perlawanan Dari Bima
![]() |
Jugun Ianfu. Foto : Tribun Jogja |
Konflik
antara Jepang dengan Kesultanan Bima mulai memanas. Sultan Muhammad Salahuddin
terkejut ketika pada tahun 1943 Pemerintah militer Jepang meminta gadis-gadis
Bima untuk dijadikan pelayan bar dan jugun ianfu untuk meyani Jepang.
Permintaan itu ditolak oleh pemerintah kesultanan Bima. Sultan Muhammad
Salahuddin memerintahkan pejabat kerajaan dan gelarang untuk mengkonsultasikan
permintaan aneh itu kepada pemerintah militer Jepang.
![]() |
Uma Me'e Saksi Bisu Masa Pendudukan Jepang Di Bima |
Kepala Kampung Mpangga
Wawi menyerahkan keris terhunus kepada pemerintah Militer Jepang sebagai bentuk
perlawanan atas permintaan itu. Demi kehormatan gadis Bima, mereka siapkan
nyawa sebagai penggantinya. Mereka juga meningatkan pemerintah militer Jepang
untuk tidak berbuat hal-hal yang menyinggung perasaan rakyat dan pemerintah
kesultanan Bima yang fanatik kepada Islam dan hadat. Tokoh-tokoh masyarakat dan
para pemuda pejuang melakukan penolakan secara besar-besaran atas rencana itu. Mereka
menghadap Pimpinan Bala Tentara Nippon Sumbawa Timur di Bima Jendral Mayor
Tanaka menyampaikan petisi protes atas rencana itu.
Hari-hari
kepanikan itu pun tiba. Keluarlah perintah lisan dari sultan Muhammad Salahuddin
dan pejabat kerajaan melalui para gelarang dan kepala kampung agar setiap orang
tua yang memiliki anak gadis untuk segera menikahkan mereka. Karena dari
laporan masyarakat, sudah ada gadis-gadis Bima yang diambil jepang. Namun aksi
itu masih secara sembunyi-sembunyi dan orang tua tidak berani melapor.
Para
orang tua sibuk mencarikan jodoh untuk anak gadisnya. Mereka mencari pemuda
dari keluarga yang terdekat. Penghulu sibuk naik turun rumah penduduk untuk
proses akad nikah. Hari-hari antara tahun 1943 hingga 1944 adalah hari-hari
terpanjang dan melelahkan. Kesibukan para orang tua mencarikan jodoh dan
menikahkan puterinya adalah aktivitas keseharian yang cukup dramatis. Perempuan
harus melamar laki-laki. Bahkan pemuda yang sedang berjalan di jalan rayapun
diajak untuk menikah dengan puterinya.
Almarhum
M.Nor Husen, salah seorang pelaku sejarah menuturkan, ketika berada d asrama
sekolah guru, beberapa temannya diajak untuk makan malam di kampung penaraga.
Ternyata setelah tiba disana, mereka dinikahkan dengan beberapa gadis setempat.
Keesokan harinya mereka kembali ke asrama dan menangis karena sudah dinikahkan.
Pernikahan masal itulah yang dikenal dengan Nika Baronta ( Kawin Berontak)
karena takut para gadis diambil oleh Jepang. Nika Baronta adalah pernikahan
dengan mahar termurah sepanjang sejarah ummat manusia. Penghulu cukup disiapkan
kopi dan kue alakardarnya untuk memandu pernikahan massal itu.
Sikap
tegas pemerintah kesultanan Bima bersama rakyat memaksa Jepang mengurungkan
niatnya. Tetapi Bar dan warung kopi tetap dilaksanakan dengan mendatangkan
gadis-gadis dari luar Bima. Bar dibangun dalam kawasan kebun yang berada di
kampung Rabangodu yang terbentang dari Jembatan Penatoi hingga SDN 14 Kota Bima
sekarang. Bangunan bangunan dari bamboo, bedek dan alang-alang memenuhi lokasi
tersebut. Pada setiap pagi dan sore, tentara Jepang datang piket secara
bergiliran di tempat itu.
Nika
Baronta telah menyelamatkan para gadis Bima dari nafsu Jepang untuk
menjadikannya Ian Fu. Namun tidak semua gadis Bima selamat dari rencana
pemerintah Militer Jepang. Ada beberapa nama yang terindikasi telah dijadikan
Ian Fu oleh Jepang seperti Mina Nangko, Fatimah asal Parado dan lainnya. Mereka
memang tidak dibawa keluar daerah, tapi tetap berada di barak-barak Jepang
bersama gadis dari luar Bima. Sikap masyarakat Bima yang sangat tertutup untuk
mengungkapkan hal itu menjadi penyebab tidak terlacaknya nama-nama gadis yang
sempat diambil Jepang sebelum perintah Nika Baronta itu dilakukan.
Setelah
Jepang kalah perang, gadis-gadis itupun dikembalikan. Gadis-gadis dari luar
daerah Bima seperti dari Bali dan Jawa diangkut ke daerah asalnya melalui kapal
laut. Penuturan mantan ketua Legium Veteran Bima H.Abubakar Ismail bahwa para
gadis itu ditenggelamkan di tengah laut.
Penulis
: Alan Malingi
Sumber
: Buku Sejarah Bima Dana Mbojo, H. ‘Abdullah Tayib dan penuturan pelaku
sejarah. Baca juga artikel Sepenggal Kisah Masa Jepang Di Bima di www.kampung-media.com
atau www.bimasumbawa.com
Post a Comment