Apakah Wanita Bima Itu Setia ?
Legenda Wadu Ntanda Rahi atau batu yang tetap setia memandang dan menanti kedatangan suaminya beredar di seluruh pelosok Bima. Kisah sendu dan mengharukan ini diyakini ada dimana-mana di belahan Bumi Bima. Di Langgudu ada seongkok batu yang menghadap ke Asa Kota atau mulut teluk Waworada yang diyakini sebagai Wadu Ntanda Rahi. Di Sanggar ada juga batu yang mirip seorang perempuan yang menanti kedatangan suaminya. Di kecamatan Belo, di Sape, di Wera, di Dompu dan bahkan di tengah kota Bima ada sebuah batu besar yang menurut cerita orang-orang tua sebagai Wadu Ntanda Rahi.
Menganalisa sebuah legenda tentu tidak hanya cukup dengan melihat secara kasat mata tentang perubahan wujud manusia, misalnya menjadi batu dan lain-lain. Legenda menyimpan kenangan. Legenda menyimpan pesan-pesan moral dan budi pekerti untuk menjadi pelajaran bagi kita di zaman kekinian. Legenda atau cerita rakyat tetap hidup dan bersemi dalam kehidupan masyarakat penuturnya.
Kembali ke Wadu Ntanda Rahi. Kisah ini menyiratkan makna tentang cinta dan kesetiaan seorang istri kepada suaminya. Kisah ini menyiratkan pesan bahwa wanita Bima di masa silam adalah sosok yang setia. Dia rela menjadi batu jika suaminya tak pulang setelah pergi berlayar,merantau dan mencari nafkah ke negeri yang jauh. Dia rela menjanda sebagai bukti cintanya kepada sosok suami yang dicintainya. Dia tetap sabar dalam menjaga kehormatan dan harta benda yang ditinggal suaminya.
Dalam konteks masa kini, tentu menjadi hal yang sangat menantang bagi wanita Bima. Apakah wanita Bima masa kini tetap setia sebagaimana cinta dan kesetiaan La Nggini kepada La Nggusu dalam kisah Wadu Ntanda Rahi ini ? Karena cinta dan kesetiaan bagi La Nggini tidak mesti berkata-kata, apalagi dipajang di media sosial. Bagi La Nggini, cinta dan kesetiaan itu diam,dingin, seperti batu.
Dari kisah La Nggini, membawa kesan bahwa wanita Bima di masa lalu adalah wanita setia. Cinta dan kesetiaan dalam Wadu Ntanda Rahi adalah pesan bahwa komitmen untuk menyinta, komitmen untuk setia harus terus dipegang teguh, sebagaimana buih di lautan yang tetap setia menemani sang ombak di kala pasang dan surut.
Salam,
Alan Malingi
Post a Comment