Ilmu Bima
Dr. Adlin Sila dan beberapa peneliti lainnya menyebut bahwa orang orang dari luar Bima yang mempelajari islam di Bima dengan istilah " Belajar Ilmu Bima". Apakah sebenarnya ilmu Bima itu?. Ilmu Bima adalah sebaran ajaran tasawuf yang berkembang di era kesultanan Bima yang dijewantahkan dalam ilmu Fitua.
Dr.Abadu Wahid menyebut Bima adalah melting pot atsu wadah pertemuan berbagai arus peradaban, termasuk sebaran ilmu tasawuf. Leluhur masyarakat Bima menerima berbagai aliran tasawuf itu kemudian " diblender" dalam satu kajian yang disebut Fitua.
Dr. Syukri Abubakar dan Fahru Rizki mengidentifikasi beberapa aliran tasawuf yang berkembang di Bima sejak abad ke 17 diawali ketika para mubalig menyiarkan agama islam di Bima seperti Datu Ri Bandang, Datu Ri Tiro, Datu Raja Lelo, hingga Jalaluddin Al Aidit. Fahru menyebut beberapa aliran tasawuf seperti Naqsabandiyah, Satariah dan aliran tasawuf lainnya masuk dan berkembang di Bima.
Pegiat Fitua Sudirman Makka membagi 3 definisi Fitua yaitu fatwa, petuah dan Nggahi Ma Ulu Wara atau ungkapan yang lebih dulu ada. Kajian Fitua di Bima tidak hanya menyangkut aspek ketuhanan, sifat tuhan dan Nur Muhammad, tetapi melingkupi berbagai aspek dalam kehidupan.
Damar Damhuji, Bahtiar Bima, Ipul Duta Waskita, Muhammad Yunus A, Heriyanto menenkankan akan pentingnya proses transfer ajaran Fitua untuk generasi kini dan akan datang.
Saya mengupas Fitua dalam bentuk sastra lisan Bima yang tersebar dalam berbagai bentuk syair, pantun, ungkapan dan Nggahi Bale ( peribahasa Bima) yang telah lama menjadi budaya tutur masyarakat Bima.
Tradisi tutur Bima yang mengandung aspek fitua antara lain Maja Labo Dahu,Nggahi Rawi Pahu, Su u Saw u Sia Sawale, Pantun tentang ketuhanan dan ibadah serta syair syair klasik yang tersebar dalam bentuk kande,kasaro dan syair lainnya.
(Kalikuma Educamp, 29 Desember 2019)
Post a Comment