Sejarah Taman Ria Kota Bima
Entah sejak kapan warga Bima menyebut tempat ini dengan Taman Ria. Tapi yang jelas tempat ini adalah sebuah taman yang Asri dan sejuk di jantung Kota Bima.Pohon-pohon besar di sekeliling tempat ini diperkirakan telah berumur ratusan tahun. Ada juga beberapa yang sudah tumbang karena usia dan angin kencang.
H. Abubakar Ismail salah seorang budayawan dan sesepuh masyarakat Bima menyebut, bahwa di tempat ini ribuan tahun silam pernah menjadi pelabuhan Bima karena di atas bukit itu ada sebuah batu besar yang dipercayai sebagai jelmaan seorang perempuan yang menunggu kedatangan suaminya dalam Legenda Wadu Ntanda Rahi yang ditulis Alan Malingi.
Di tempat ini juga ada sebuah pohon Mangga besar yang disebut dengan Fo’o Dae La Kosa. Dae La Kosa adalah nama salah seorang gelarang. Menurut Muhammad Tahir Alwi, Dae La Kosa dibunuh dengan kerisnya sendiri oleh salah seorang warganya. Warga tersebut menaruh dendam kepada Dae La Kosa karena menuduh dirinya mencuri. Sejak saat itu, wilayah sekitar Taman Ria dikenal dengan nama Fo’o Dae La Kosa. Peristiwa ini terjadi sekitar tahun 1940.
Dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, tempat ini juga pernah menjadi pos pengintaian dari para pemuda pejuang Bima dalam merebut kekuasaan dari tangan Belanda dan Jepang. Disinilah tempat para pejuang merebut senjata dan menawan orang-orang Belanda. Pada perkembangan selanjutnya tempat ini pernah menjadi Taman Makam Pahlawan sebelum dipindahkan ke Kelurahan Dara (Puskesmas Paruga Sekarang) dan selanjutnya dipindahkan ke Paman Makam Palibelo sekarang.
Hampir semua orang Bima mempercayai bahwa tempat ini sangat angker. Banyak penampakan dan peristiwa aneh yang terjadi disini. Banyak kecelakaan maut juga terjadi di sekitar tikungan Taman Ria ini. Menurut penuturan orang-orang yang melihat mahluk halus di sekitar tempat ini bahwa penghuninya adalah perempuan cantik yang selalu menggoda para pengendara dan sering sekali minta tumpangan.
Terlepas dari cerita dan sejarah Taman Ria ini. Tempat ini punya potensi besar untuk dikembangkan menjadi Taman sebagai paru-paru Kota. Kesan Angkernya dapat ditutupi dengan penataan dan pengelolaan taman yang profesional. Banyak fasilitas yang bisa dibangun dan dibuat di tempat ini seperti tempat-tempat duduk, tempat bermain, tempat pementasan Budaya, kedai-kedai dan warung-warung kecil yang menyiapkan minuman dan masakan khas Bima.Lampu dan penerangan di sekitar lokasi ini sangat dibutuhkan agar tidak gelap dan terkesan angker. Saya sangat gembira membaca berita salah satu media lokal Bima bahwa tempat ini akan ditata untuk Taman Kota.
Bukit Wadu Ntanda Rahi juga sangat potensial untuk ditata sebagai obyek wisata budaya dan pendakian. Sebenarnya jalan setapak sudah ada di beberapa titik untuk mendaki ke bukit ini. Pemerintah Kota Bima dapat menata kembali jalur pendakian ke bukit Wadu Ntanda Rahi. Disamping di tanam pohon-pohon pelindung, menurut saya perlu juaga ditanam aneka bunga disepanjang jalur pendakian.
Taman Ria adalah romantika masa lalu yang tetap akan menjadi bagian dari sejarah penataan kota Bima untuk hari ini dan esok.
Post a Comment