f Prahara Kerajaan Bima Abad 17 - SEJARAHBIMA.COM | Mengupas Sejarah, Budaya dan Pariwisata

Header Ads

Prahara Kerajaan Bima Abad 17

suasana kehidupan masyarakat Donggo Bima tempo dulu

Abad pertengahan adalah antara abad 16 dan 17. Abad ini juga dikenal dengan zaman penjelajahan samudera dan kontak orang orang Eropa mulai marak di Bumi Nusantara yang kaya rempah rempah. Mulai memasuki abad ke 17, utusan Steven Van Hagen melakukan kontak dengan kerajaan Bima dibawah Raja Salisi di pelabuhan Ncake ( sekarang Cenggu).

 Siapakah Raja Salisi?.

Raja Salisi bergelar Mantau Asi Peka.Dia adalah putera dari Raja Ma Wa a Ndapa. Raja Bima yang berpengaruh di abad ke 16. Ketika Raja Ma Wa a Ndapa mangkat, prahara politik dan kekuasaan melanda kerajaan Bima. Sangaji Samara diangkat menjadi raja menggantikan ayahnya. Namun Samara dibunuh. Adiknya Sarise dilantik menjadi raja.Sarise pun dibunuh. Sejauh ini belum ada keterangan apakah dua raja itu dibunuh oleh Salisi. Adik Samara, Mantau Asi Sawo naik tahta. Tidak ada keterangan dalam BO bahwa Mantau Asi Sawo dibunuh. Raja ini kemungkinan mangkat karena sakit atau usia lanjut.

Sepeninggal Mantau Asi Sawo, Putera Mahkota dibakar hidup hidup di padang rumput Wera ketika berburu. Maka terkenallah nama Ruma Ma Mbora Di Mpori Wera yaitu Tuan yang meninggal di padang rumput Wera. Pembunuhan di padang rumput Wera ini tercatat dalam BO bahwa Salisi lah yang melakukan pembunuhan dengan menyuruh Bumi Luma Rasanae untuk berburu bersama putera mahkota. Lalu dibakar hidup hidup di padang rumput Wera. Salisi pun naik tahta dengan menyingkirkan Putera Mahkota La Ka'i.

Kerajaan Bima pecah antara yang mendukung Salisi dengan La Ka'i. Kondisi ini berlangsung lebih dari 30 tahun. La Ka’i terpaksa bergerilya di hutan hingga ke Gowa untuk merebut tahtanya. Untuk melanggengkan dan memperkokoh kekuasaan, Salisi bekerja sama dengan Belanda dan Kerajaan Dompu untuk melawan La Ka i dan Kerajaan Gowa. Tercatat 3 kali ekspedisi Gowa menyerang Bima. Pada ekspedisi pertama dan kedua, Lasykar La Ka i dan Gowa harus menelan kekalahan besar.
Dalam catatan Noordyun sebagaimana ditulis Henry Chambert Loir, sebagian orang Bima tidak menyetujui aliansi raja mereka ( La Ka’i) dengan Makassar. Pada tahun 1632 mereka memberontak dengan bantuan Raja Dompu. Catatan Pelabuhan Batavia tahun 1633 sebuah kapal Belanda yang baru lewat di Bima melihat semua sawah, rumah dan desa dibakar dan dihancurkan oleh armada Makassar sebesar 400 perahu dan ribuan orang, yang disuruh oleh Raja Makassar memulihkan di atas tahta iparnya Raja Bima yang baru digulingkan rakyatnya dan dibuang ke pulau gunung api ( Dagh Register, 23 Mei 1633. ).

Catatan Noordyun berbeda dengan  BO dan kupasan sejarahwan Bima. BO tidak menjelaskan bahwa rakyat memberontak terhadap La Ka’i, justru BO menyebut bahwa rakyat memberontak terhadap Salisi yang merebut tahta dengan menggulingkan dan membunuh saudara dan keponakannya. Kalimat “ dibuang ke pulau gunung api “ dalam catatan Noordyun adalah pulau Sangiang Wera. Dalam catatan BO diuraikan secara rinci bahwa La Ka’i diselamatkan oleh orang-orang Wera dan disembunyikan di pulau Sangiang dan dijemput perahu dari Makkassar. Sehingga setelah menjadi sultan Bima pertama, La Ka’i( Abdul Kahir) membuat pernjanjian khusus dengan orangWera dan mengangkatnya menjadi saudara atas jasa orang Wera atas dirinya.

Menarik untuk dilakukan analisa sejarah kenapa Kerajaan Dompu membantu Kerajaan Bima dan Salisi ketika ekspedisi militer Gowa padahal putera mahkota kerajaan Dompu Manuru Bata ikut berjuang bersama La Ka’i. Kenapa kerajaan Dompu tidak membantu Gowa yang merupakan saudara seiman ? karena dalam catatan Dompu, kerajaan Dompu masuk islam lebih awal daripada Bima yaitu pada tahun 1545. Apakah karena Salisi adalah ipar dari Raja Dompu ? karena permaisuri Raja Dompu ( ibu dari Manuru Bata) adalah saudara dari Salisi ?. Selama kemelut politik di kerajaan Bima, Manuru Bata praktis selalu bersama sepupunya La Ka’i. Mereka bergerilya dan berjuang melawan Salisi.
Pada ekspedisi militer ketiga, Lasykar Gowa dan La Ka’i akhirnya berhasil mengalahkan pasukan Salisi. La Ka’i yang berganti nama dengan Abdul Kahir akhirnya mendirikan kesultanan Bima pada 5 Juli 1640 M. Sejak saat itu Bima menjadi negara Islam yang terus berkibar selama 311 tahun hingga wafatnya Sultan Muhammad Salahuddin pada tahun 1951. Dari perjalanan kekuasaan Salisi pada abad pertengahan di Bima, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa perebutan tahta yang terjadi disebabkan hal hal sebagai berikut :

1.   1.    Belanda sudah memainkan peran untuk mengadu domba di internal kerajaan dan Salisi memiliki ambisi untuk menjadi Raja melawan keputusan Majelis Adat.

2.   2.    Salisi adalah perwakilan dari kelompok status quo di kerajaan Bima yang tetap ingin mempertahankan sistim kerajaan, menolak islam dan tetap mempertahankan agama lama yaitu Makamba dan Makimbi.

3.      3. Salisi merubah haluan kerja sama kerajaan yang telah terjalin dengan Gowa yang dilakukan oleh raja Bima sebelumnya seperti  Raja Ma Wa’a Ndapa maupun Raja Ma Wa’a Paju Longge. Salisi tidak ingin takluk di bawah kerajaan Gowa.

4.     4.  Salisi menaruh dendam kepada saudaranya dan majelis hadat karena tidak terpilih atau masuk nominasi menjadi calon raja karena Salisi adalah anak dari gundik Raja Ma Wa’a Ndapa.

Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.